Senin, 12 September 2016

Warming Up

Setelah melalui perenungan yang panjang, akhirnya saya memutuskan untuk memulai lagi menulis di blog. Tercatat, tulisan terakhir saya tahun 2014 lalu. Saat itu masih menjadi mahasiswa tingkat akhir yang galau skripsi. Menolak untuk menulis di blog dengan alasan ingin fokus skripsi dan belajar. Tapi ternyata alasan paling jujur adalah saya merasa tulisan-tulisan saya ini tidak layak untuk dipublikasikan dan mejadi konsusmsi publik. ekhekhe. Setiap hari sebenarnya menulis tapi isinya terlalu pribadi jadi saya malu untuk menampilkannya di blog.Postingan kali ini ibarat melakukan olahraga. Saya jadikan pemanasan setelah 2 tahun lebih tidak memunculkan tulisan apapun. Saya tidak akan membuatnya terlalu panjang atau terlalu berat. Hanya berisi review perjalanan hidup saya selama 2 tahun kebelakang ini. Apa saja yang saya lakukan selama ini hingga tidak berani dan terlalu malas untuk mengupdate blog ?Saya mulai dari akhir tahun 2014.

Setelah melewati berkali-kali penolakan proposal skripsi, akhirnya tanggal 20 November 2014 (saya masih ingat karena tepat di ulang tahun saya) proposal skripsi saya akhirnya disetujui oleh jurusan. Singkat cerita, ketika sedang berkutat dengan BAB 1-3 saya mendaftar seleksi pengayaan mengajar di Singapura. Alhamdulillah lolos, dan berkesempatan berada di Singapura selama 3 bulan dari bulan Februari-Mei 2015. Lagi-lagi saya terlalu malas untuk menulis jadi tidak ada satu postingan pun tentang kegiatan di Singapura. Selama 3 bulan itu isinya selain sibuk menjadi mahasiswa magang di Sekolah Indonesia Singapura, ya jalan-jalan. Sempat ke Malaysia tapi itu hanya mampir main. Tinggal di lingkungan KBRI Singapura dan berinteraksi langsung dengan orang-orang hebat sungguh pengalaman yang luar biasa (jadi pengen kerja di lingkungan KBRI) hehe. Teman-teman satu rombongan juga orang-orang terbaik. Kami hanya berempat dan seperti anak ayam kehilangan induknya. Kami berangkat dari Yogyakarta sendiri tanpa adanya pendamping dan sesampainya di Bandara Changi bertemu dengan orang Thailand (nenek-nenek) yang minta tolong untuk menulis karena dia tidak bisa menggunakan tulisan latin. Hanya bisa menggunakan tulisan Thailand yang seperti Aksara Jawa. Minggu-minggu pertama kami sungguh norak karena terlalu kagum dengan kecanggihan dan keteraturan yang ada Singapura. Sedikit-sedikit foto. Di dalam bus foto. Di dalam kereta foto. Lagi jalan kaki foto. Lagi belanja foto. Memasuki bulan pertama semua sudah terlihat biasa. Foto-foto hanya terjadi kalau ada acara-acara penting. Tapi ada untngnya juga banyak foto, jadi punya banyak kenangan untuk disimpan. tsaah.Sepulang dari Singapura pada Bulan Mei, saya lalu menyelesaikan kewajiban yang terbengkalai (red. Skripsi). Bagi saya, skripsi itu ibarat cinta. Menyebalkan tapi dirindukan. Proses pembuatannya memang sangat menguji kesabaran. Seluruh kemampuan pikiran, jiwa dan raga sungguh diperas sampai titik terbawah. Agak lebay, tapi memang seperti itu yang saya rasakan. haha. Tapi meskipun menyebalkan, saya menikmati setiap proses pembuatannya. Saya menikmati setiap interaksi yang saya lakukan dengan dosen pembimbing karena dari sana saya bisa belajar lebih banyak. Saya menikmati setiap buku dan jurnal yang saya baca untuk referensi karena saya jadi tahu lebih banyak. dan saya menikmati setiap menit yang saya gunakan untuk menunggu dosen-dosen hanya demi meminta tanda tangan. Pokoknya saya menikmati setiap proses mental dari pembentukan ide penelitian sampai proses penulisan hasilnya. Kalau saya ada kesempatan lagi, saya mau-mau aja menjalani proses itu. Tapi tentu saja dijenjang yang lebih tinggi. haha. Selama semester 1-6 hanya di semester 7-9 lah kuliah itu baru terasa gregetnya. Kalau suatu saat skripsi tiba-tiba di canangkan untuk dihapus, saya akan jadi orang yang menolak keras rencana itu. Selain menguji kemampuan intelektual melalui penelitian, skripsi memang menjadi pembelajaran bagi mahasiswa untuk tidak mudah menyerah. Merepresentasikan kehidupan yang sesungguhnya diluar kampus. Tidak hanya mengandalkan kecerdasan inelektual namun kecerdasan emosional yakni gigih dan tidak mudah menyerah.Setelah lulus S1 bulan November 2015, saya lalu mendaftar kerja untuk menjadi guru olahraga di sebuah sekolah swasta di Yogyakarta. Kesibukan saat ini layaknya kesibukan guru-guru biasa. Mengajar, mengajar, dan mengajar. Paling ditambah dengan menyusun perangkat guru yang menjijikkan itu dan membantu proses akreditasi sekolah. Satu-satunya hiburan adalah mengerjakan soal-soal TOEFL di sela-sela jam kantor. Bekerja sambil mempersiapkan diri untuk melanjutkan kuliah S2 di luar negeri memang berat dan melelahkan. Berangkat pagi pulang malam hampir setiap hari. Tapi, lagi-lagi saya menikmati setiap proses yang saya lalui.Tidak ada yang spesial. Memang, tapi saya merasakan perubahan yang luar biasa semenjak lulus dari kuliah. Masuk ke dalam lingkungan kerja untuk pertama kalinya membuat saya jadi banyak belajar. Termasuk akhirnya menyadari betapa pentingnya soft skill. Beradaptasi dengan cepat, bersosialisai dengan orang dari berbagai jenjang umur, kepemimpinan, pemecahan masalah, dan tentang keikhlasan. Atau ketika idealisme yang sedikit demi sedikit tergerus dengan kejamnya tuntutan pekerjaan. Atau ketika tiba-tiba saja saya menjadi bodoh karena jatuh cinta tidak pada tempatnya. haha. Tapi kan cinta itu anugerah ? memang. Tapi kita, manusia, sebenarnya bisa mengontrolnya. Saya memang tidak terlalu senang dengan hal-hal yang berbau dengan perasaaan. Sangat tidak nyaman. Setidaknyamannya itu, tapi memang harus dihadapi. Kuncinya adalah penguasaan diri.
Klaten, 12 September 2016




Tidak ada komentar:

Posting Komentar