Ketika berbicara tentang etika berkomunikasi,
mungkin yang terlintas di benak saya adalah kesopansantunan berhubungan dengan
orang lain (maaf kan pemahaman saya yang dangkal ini hehe). Terlintas begitu
saja menuliskan tulisan ini ketika tadi siang saya berbincang dengan salah
seorang teman.
Saat itu saya sedang bercerita tentang tugas dari
salah satu dosen. Betapa ribet dan susahnya tugas yang diberikan. Salah sedikit
dikembalikan dan harus di kerjakan ulang. Ya. Bapak dosen tadi merupakan salah
satu dosen senior di kampus saya. Beliau masih menjunjung tinggi
kebiasaan-kebiasaan lama. Etika berkomunikasi, yang mungkin saat ini mulai
memudar di kalangan pemuda. Salah satu contoh yang bisa saya ingat adalah
ketika beliau tidak masuk kelas untuk mengajar, beliau membuat surat izin
lengkap dengan tercantumnya nama saya di bagian kiri atas surat (kebetulan saya
ketua kelas). Di tengah maraknya komunikasi dengan pesan singkat dari ponsel,
dosen saya ini masih setia dengan surat yang dicetak.
Contoh lainnya adalah, ketika beliau mengirimkan
materi kuliah ke alamat email saya. Di bagian isi surat, beliau menyapa saya
kemudian memberi keterangan tentang maksud pengiriman email. Kurang lebih
isinya seperti ini “Selamat malam mbak Shaquila, bersama ini saya lampirkan
materi kesehatan olahraga. Materi-materi ini masih terlalu sempit jadi masih
perlu dikembangkan lagi dengan membaca dari beberapa sumber lainnya. Atas
perhatian saudara saya ucapkan terima kasih.”
Saya tertegun. Saya merasa seperti dihargai.
Barangkali inilah salah satu fungsi etika. Untuk menghargai orang lain. Entah
itu pada yang tua atau muda. Di zaman ketika beliau masih muda, mungkin banyak
sekali pelajaran-pelajaran beretika seperti ini. Bagaimana seharusnya menulis
surat baik elektronik maupun cetak, bagaimana berbicara dan berhubungan dengan
orang lain dan sebagainya.
Dan hei, ternyata bahagia sekali mendapatkan
email di dahului dengan pengantar seperti ini. Saya menganalogikannya dengan seseorang
yang mengetuk pintu atau mengucap salam terlebih dahulu sebelum masuk dalam
rumah orang.
Sebenarnya, saya pernah mendapatkan pelajaran ini
dari salah seorang teman yang kuliah di jurusan ilmu komunikasi. Dia
mengatakan, meskipun sekarang ini mengirimkan berkas surat sudah bisa dilakukan
melalui email tapi tetap harus diberi kata pengantar di bagian isi surat
alih-alih mengosongkannya. Ini etika. Memang benar juga, beda rasanya
mendapatkan email dengan atau tanpa kata pengantar. Yang kosong tanpa kata
pengantar bayangannya seperti mendapatkan surat dari tukang pos tapi dilempar
ke muka begitu saja. Yang memakai kata pengantar seperti mendapatkan senyuman
hangat dari pengantar surat.
Beberapa teman di kelas saya terkejut ketika
mengetahui saya mengirimkan tugas ke alamat email salah satu dosen dengan
memakai kata pengantar. –Selamat siang pak…. Bla bla bbla blab la….-seperti
itu.
“Lak, harus dikasih begituan ya?”
“Wah, aku nggak pernah ngirim email tak kasih
kalimat pengantar seperti itu”
Dan beberapa komentar lainnya. Saya menjawab dengan
mengatakan kalau ini merupakan salah satu etika mengirim email. Apalagi kepada
dosen, yang notabene lebih tua dari kita. Beberpa mungkin menganggap ini kuno.
Tapi beginilah etika. Kuno ataupun tidak yang terpenting tujuannya adalah
saling menghormati orang lain.
Mulai sekarang, siapapun kalian yang membaca ini
kalau menulis email kepada siapapun pastikan memakai kalimat pengantar :D.
Walaupun sedikit kuno, tapi ini benar-benar membahagiakan.
Ps. Surat izin dari bapak dosen sampai sekarang
masih saya simpan, emailnya juga saya screenshot hehehe…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar