KOSONG
Inilah cikal bakal bangsa
Inilah cikal bakal bangsa
Di dalam kotak sepuluh kali delapan
Di dalam kotak berpendingin ruangan
Setiap detik di jejali pengetahuan
Tanpa di imbangi pendidikan moral
Inilah cikal bakal bangsa
Tak peduli sesama
Yang halalkan segala cara
Bernilai sembilan puluh
Berilmu dua puluh
Inilah cikal bakal bangsa
Melompong . . Kosong . .
Saya persembah kan puisi terbaik yang pernah saya buat, walaupun jelek tapi setidaknya lumayan normal.
Sepertinya saya terlahir bukan untuk jadi seorang pujangga, karena jujur saya paling males kalau disuruh buat puisi.
Ketika mendapat tugas membuat puisi dan dibacakan kedepan kelas, hati saya langsung kelu !
saya pun membuat puisi dengan terpaksa dan seperempat hati.
akhirnya jadi nya pun kurang lebih seperti ini :
Hitam kelam
Merah memerah
Marah . . marah . . marah
Yeah , konyol bukan ? hanya tiga larik dengan diksi yang dibawah rata -rata -_____-,
setelah mendapat kecaman dari teman-teman ( menahan tawa, dalam hati bicara "Dasar payah !")
akhirnya lahirlah puisi "Kosong" tadi yang bisa dibilang lebih layak dibaca.
Berbulan-bulan kemudian, sepertinya si 'puisi' balas dendam karena saya benci padanya.
Saat ujian nasional mapel Bahasa Indonesia, pada paket soal 'E' dia menampakkan diri berkedok karya pujangga Sutardji C.Bachri. Tahu kan ? pujangga yang puisi puisi nya maaf 'aneh' tapi mengagumkan.
salah satunya yang berjudul 'Tragedi Winka dan Sihka' kurang lebih isi nya seperti ini:
kawin kawin kawin kawin winka winka winka sihka sihka sihka sihka ,dst . ..
sialnya, dilembar soal puisinya tak jauh beda dengan tragedi sihka dan winka berjudul
'Belajar Membaca'
Kakiku luka
Luka kakiku
Kakikau lukakah
Lukakah kakikau
Kalau kakikau luka
Kakiku luka
Lukakaukah kakiku
Kalau lukaku lukakau
Kakiku kakikaukah
Kakikaukah kakiku
Kakiku luka kaku
Kalau lukaku lukakau
Lukakakukakiku lukakakukakikaukah
Lukakakukakikaukah lukakakukakiku
Sesederhana puisinya, pertanyaanya pun sederhana. Kalau tidak salah "apa arti kata luka ? ". Sempurna ! balas dendam yang manis.
Tidak seperti saya, sepertinya teman-teman saya banyak yang berbakat menjadi pujangga, Banyak puisi yang bagus, tapi kalau saya lampirkan semua pasti bikin mata pegal.
ini ada beberapa puisi yang berhasil membuat saya 'tercengang'
KEDUA UNTUK HUJAN
Karya : Sekar Kinanthi
"Dua puluh menit lagi pasti reda."
"Mungkin lima belas."
"Atau tak 'kan reda hingga pagi." Maaf,
Aku lalai menantimu.
Udara sejuk tadi malam terlalu membuai mayoritas manusia di kota ini untuk terlelap.
Dan tanpa sengaja, ,
Aku menjadi bagian dari mereka.
Kau tak pernah berjanji untuk kembali.
Atau mengucap ikrar untuk menampakkan dirimu di bulan ini.
Nyatanya aku tetap disini.
Dibalik jendela yang bisa mengintipmu melangkah di jalan itu setiap senja.
Dulu.
Tiga bulan lebih lima hari yang lalu.
Sekarang, hujan turun lagi.
Di sore hari seperti biasa.
Dua puluh menit lagi pasti reda.
Mungkin lima belas.
Atau tak 'kan reda hingga pagi.
Aku tak 'kan lalai lagi.
Untuk melewatkanmu seperti kemarin.
Atau bahkan, ,
Mungkin tidak sama sekali.
"Mungkin lima belas."
"Atau tak 'kan reda hingga pagi." Maaf,
Aku lalai menantimu.
Udara sejuk tadi malam terlalu membuai mayoritas manusia di kota ini untuk terlelap.
Dan tanpa sengaja, ,
Aku menjadi bagian dari mereka.
Kau tak pernah berjanji untuk kembali.
Atau mengucap ikrar untuk menampakkan dirimu di bulan ini.
Nyatanya aku tetap disini.
Dibalik jendela yang bisa mengintipmu melangkah di jalan itu setiap senja.
Dulu.
Tiga bulan lebih lima hari yang lalu.
Sekarang, hujan turun lagi.
Di sore hari seperti biasa.
Dua puluh menit lagi pasti reda.
Mungkin lima belas.
Atau tak 'kan reda hingga pagi.
Aku tak 'kan lalai lagi.
Untuk melewatkanmu seperti kemarin.
Atau bahkan, ,
Mungkin tidak sama sekali.
Karya : Amartiwi Aditiani
Hening terkisau rimbun di alang petang
Meringkap kencang menuju jenjang
Perlahan lewat lewati desir angin bertiup kencang
Jatuh meringsuk tertimbun menjadi batang
Beterbangan, berfikir ke batas ubun-ubun
Menganak pantai, menggalau laju gelombang
Tenggelam ke dasar
Perlahan tersadar
Angan-angan tercecer
Kemudian pudar
Hidup menggantung, selebihnya buntung
Aku terbatas dari ruang lepas
Aku ingin keluar dari batas
Mencapai atas lepas, dan lalui hidup yang keras
Aku terbatas namun mimpiku samapi atas
Tak peduli terbatas, raih anganku tak terbatas
Karya : Dilla Tasyavani
mendadak aku terbangun
ditampar petir berkawan gemuruh
kau tau? aku hampir tak mau terbangun
bahwa seberapa pun elok mimpi, itu hanya semalam
dan jika gemuruh tak menghampiri, mungkin sekali aku mati
mati dalam tidur, yang diriku sendiri pun rela untuk itu
tapi lalu terbukalah mataku
menyadari kaki ini masih menapaki tanah
menyadari raga ini masih ada, dan sudah kupastikan berisi jiwa
dan menyadari aku masih hidup di alam realita
bangunlah dari mimpimu
walau kau tau realita tak secantik itu
tapi tanpa terbukanya matamu
realita tak akan pernah bisa seindah mimpimu
Sayap-sayap putih yang patah
Kau hanya sangat lelah
Lelah setelah menyusuri langit biru
Lelah karena lari dari masa lalu
Paling tidak hanya dalam mimpi
Kau dapat beristirahat sejenak
Melupakan apa yang terjadi kini
Dan melamunkan masa depanmu kelak
Sayap-sayap putih yang patah
Langit biru kan membentang
Memantulkan cahaya yang sangat indah
Saat kau siap untuk terbang
Kau hanya sangat lelah
Lelah setelah menyusuri langit biru
Lelah karena lari dari masa lalu
Paling tidak hanya dalam mimpi
Kau dapat beristirahat sejenak
Melupakan apa yang terjadi kini
Dan melamunkan masa depanmu kelak
Sayap-sayap putih yang patah
Langit biru kan membentang
Memantulkan cahaya yang sangat indah
Saat kau siap untuk terbang
HUAHAHAHAHHAHAHAHAHA
BalasHapusNgakak aku maca puisimu sing hitam kelam :DDDD
ah sudahlah, saya malu :p
BalasHapus